(0362) 21789
dinkes@bulelengkab.go.id
Dinas Kesehatan

Psikologi Anak Terhadap Orang Tua Perokok

Admin dinkes | 13 Mei 2018 | 5666 kali

Anak-anak mempunyai kecenderungan meniru. Di masa pertumbuhan, mereka yang selalu ingin tahu dan mencoba-coba membuat mereka mencontoh apa yang dilakukan orang sekitar. Hal ini berkaitan dengan perilaku orang tua perokok yang merokok di depan anaknya. Secara tidak sadar, orang tua telah mencontohkan kegiatan merokok kepada anak mereka. Ketika sang anak merengek kepada orang tua untuk mencoba menghisap benda asing yang menurut mereka menarik dan orang tua melarangnya, itu akan membuat mereka semakin penasaran dan semakin ingin mencobanya. Karena mereka berpikir hal yang dilakukan oleh orang tua, patut untuk untuk dicontoh. Miris sekali bukan jika diam-diam anak mengambil rokok milik orang tuanya dan tanpa sepengetahuan orang tuanya mereka menghisap rokok tersebut hingga menimbulkan ketagihan.

Apa yang dilakukan oleh orang tua ketika mengetahui anaknya mencuri rokok miliknya dan menghisapnya? Memarahi atau membiarkannya? Keduanya bukan solusi  yang baik, karena anak mencontoh perilaku orang terdekatnya terlebih dahulu. Maka jika anak merokok dan itu karena mencontoh orang tuanya, yang pantas dimarahi ya orang tuanya, kenapa mereka merokok dan mencontohkan hal yang tidak baik kepada anaknya. 

Kegiatan merokok yang dilakukan orang tua, akan terekam di pikiran bawah sadar anak. Akibat paparan yang berulang-ulang mereka lihat setiap harinya akan mengakibatkan anak begitu akrab dengan rokok. Pikiran bawah sadar akan merekam secara otomatis dan menginstal di pikiran bawah sadar bahwa rokok adalah sesuatu yang tidak asing di hidup mereka. Hal yang dikhawatirkan ketika mereka beranjak dewasa, pikiran bawah sadar, yang berisi memory tentang rokok di masa kecil mereka akan muncul kembali dan menguasai pikiran sadar, sehingga keinginan untuk merokok semakin menggebu-gebu dikarenakan pikiran bawah sadar mereka yang telah ‘terinstal’ dengan hal-hal mengenai rokok.

  Jika diambil contoh sederhana maukah seorang ayah atau ibu yang perokok membiarkan anaknya berada di belakang knalpot kendaraan, dan ketika kendaraan itu mengeluarkan asap kendaraan yang sangat kotor mereka menyuruh anaknya untuk menghisapnya. Hanya orang tua yang tidak peduli yang mengijinkan anaknya menghisap asap dari knalpot kendaraan tersebut. Nah, apa bedanya dengan asap rokok? Bahkan menurut riset, asap rokok lebih berbahaya dibanding asap knalpot kendaraan. Karena di dalam asap knalpot kendaraan tidak sampai 10 senyawa kimia yang berbahaya bagi tubuh, berbeda dengan asap rokok yang mengandung lebih dari 4.000 bahan kimia racun (toksik) dan 43 senyawa penyebab kanker (karsinogenik). Masih adakah sanggahan lain untuk membantah fakta tersebut?

Setega apakah orang tua yang membiarkan anaknya hidup dari bayi hingga beranjak remaja dengan asap rokok yang selalu mengelilingi rumah mereka. Selain dari segi psikis, anak-anak yang sering terpapar asap rokok akan bisa mengalami pertumbuhan paru yang lambat, lebih mudah terkena bronchitis, infeksi saluran pernapasan, telinga dan asma. Apabila di rumah mereka ada bayi dan sang ayah seorang perokok aktif, maka bayi tersebut bisa saja mengalami gangguan pertumbuhan akibat dari asap rokok yang tidak sengaja terhisap.

Mungkin hampir semua perokok mengetahui bahaya rokok terhadap kesehatan mereka, tapi tidak semua perokok mengetahui dan menyadari bahaya yang diakibatkan oleh rokok yang mereka hisap terhadap anak-anak mereka. Pertama bisa merusak mental dan psikis mereka, yang kedua sebagai perokok pasif asap rokok bisa merusak tubuh mereka. Menurut riset, sebanyak 43 juta anak Indonesia hidup serumah dengan perokok. Setiap hari menghirup asap rokok dari orang tuanya. Anak yang dilahirkan bersih dan suci oleh Tuhan malah diracuni dengan asap rokok oleh orang tuanya sendiri. Hal yang sangat menyedihkan di era sekarang ini.

Rantai kehidupan perokok tidak akan pernah  terputus jika mereka terus mewariskan rokok kepada generasi setelahnya. Misal ayah seorang perokok, ditiru oleh anak laki-lakinya, anak laki-laki tersebut menikah dengan wanita perokok juga dan mempunyai anak, kemudian anaknya melihat kedua orang tuanya merokok, lalu si anak akan terbiasa dengan rokok, dan setelah dewasa anak tersebut merokok juga dan seterusnya sampai generasi yang tidak ditentukan. Mudah-mudahan ada salah satu anak dari orang tua yang perokok tidak meneruskan sifat orang tuanya, sehingga bisa sedikit memangkas generasi perokok. Tapi apakah orang tua juga mau mewariskan penyakit yang disebabkan oleh rokok terhadap anak cucunya? Sehingga turun-temurun penyakit yang diderita anak cucunya itu sama yaitu penyakit pada paru-parunya. Semua orang tua pasti sepakat menjawab tidak. Lalu jika pertanyaan diteruskan, jika jawabannya tidak, kenapa Anda masih merokok di depan anak Anda? Dan kemudian mereka hanya tersenyum. Entah menyadari dan malu atau karena tidak ada kata-kata bantahan lain. 

Selain permasalahan diatas, di Indonesia iklan rokok masih bebas tayang di semua stasiun televisi dengan dalih rokok sebagai penyumbang bea cukai terbesar bagi negara. Billboard-billboard raksasa yang mengiklankan rokok bertengger di setiap sudut jalan menampilkan gambar-gambar yang menarik. Tentu kita tidak bisa mengendalikan perusahaan-perusahaan rokok untuk tidak mengiklankan produk mereka, tapi setidaknya sebagai orang tua bisa mengambil kendali untuk melindungi anak-anaknya dengan mengetahui dan menjauhkan bahaya rokok sedini mungkin. Menjelaskan segi negatif yang ditimbulkan oleh rokok, dampaknya terhadap kesehatan paru-paru dan organ lainnya. 

 Melalui pendidikan di usia dini terhadap rokok, diharapkan orang tua bisa menekan angka perokok usia muda kedepannya. Karena anak-anak mereka akan tumbuh menjadi dewasa, dan apa jadinya jika semua anak sudah terbiasa dengan rokok sejak kecil. Jadilah orang tua yang bijak untuk tidak membiasakan anak berada di lingkungan perokok. Karena apa yang terjadi pada anak kita saat ini adalah hasil dari apa yang kita berikan dan ajarkan kepada mereka sejak kecil, yang terekam di pikiran bawah sadar mereka.