(0362) 21789
dinkes@bulelengkab.go.id
Dinas Kesehatan

Pertemuan Penyusunan Rencana Kontijensi Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Yang Meresahkan Dunia

Admin dinkes | 15 Oktober 2015 | 3420 kali

Indonesia merupakan negara anggota World Health Organization (WHO) yang telah menyepakatiuntuk melaksanakan ketentuan International Health Regulations (IHR)  2005.  Sebagai anggota WHO, Indonesia dituntut harus memiliki kemampuan dalam deteksi dini dan respon cepat terhadap munculnya penyakit/kejadian yang berpotensi menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD). Penyakit tersebut bisa berupa new emerging diseases (seperti SARS, Avian influenza, Swine flu, MERS-CoV, West nile virus, dll) dan  re-emerging diseases (seperti  Ebola, pes, Yellow fever, dll).

Munculnya penyakit seperti legionellosis, Mers Cov dan  Ebola menjadi perhatian yang sangat serius bagi dunia internasional dan perlu diwaspadai. Provinsi Bali yang menjadi salah satu destinasi pariwisata dunia memiliki risiko yang sangat besar terhadap penyebaran penyakit-penyakit tersebut. Untuk itu, peningkatan sistem kewaspadaan dini terhadap penyakit-penyakit potensial KLB/wabah sangat diperlukan.

Dalam rangka memiliki kemampuan  deteksi dini dan respon cepat  terhadap kasus penyakit yang terkategori dalam KKMMD atau yang dikenal juga dengan istilah Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), maka disusun rencana penguatan baik dalam hal kapasitas kerja di pintu masuk maupun di wilayah, sarana prasarana, sumber daya manusia, serta koordinasi/kerjasama lintas sektor.

Dokumen Rencana Kontijensi Penanggulangan KKMMD merupakan salah satu kemampuan utama yang dipersyaratkan sebagaimana yang tercantum dalam International Health Regulations (IHR) tahun 2005  lampiran 1 yang menyebutkan bahwa pintu masuk negara maupun wilayah harus membuat dan memutakhirkan rencana tanggap darurat kesehatan masyarakat (rencana kontijensi), kemudian diuji/dilatihkan secara regular baik melalui table top maupun simulasi.

Kegiatan Rencana Kontijensi ini mencakup proses membuat perencanaan atau menyusun strategi dan prosedur dalam menanggapi potensi krisis atau kedaruratan yang akan terjadi, termasuk mengembangkan skenario (untuk mengantisipasi krisis), menentukan tanggung jawab semua pelaku yang akan terlibat, mengidentifikasi peran dan sumber daya, proses pendataan dan penyebaran informasi, pengaturan setiap pelaku sehingga siap pada saat dibutuhkan dan menentukan kebutuhan agar tujuan tercapai.  Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen seluruh lintas sektor terkait dan kepala daerah untuk dapat mengimplementasikan rencana kontijensi yang sudah disusun dan disepakati bersama dalam penanggulangan KKMMD.

Di Provinsi Bali terdapat 5 kabupaten yang memiliki pintu masuk diantaranya adalah Kabupaten Buleleng, Kabupaten Badung, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Jembrana dan Kota Denpasar. Hal ini membutuhkan strategi dan prosedur dalam menanggapi potensi krisis atau kedaruratan yang mungkin terjadi. Oleh karenanya, kabupaten/kota diharapkan memiliki dokumen Rencana Kontijensi Penanggulangan KKMMD sebagai pedoman dalam rangka memperkuat sistem kewaspadaan dan respon penyakit potensial KLB.

Dalam upaya menyusun rencana kontijensi KKMMD di Kabupaten Buleleng, maka diselenggarakan pertemuan yang berlangsung selama 2 hari yaitu tanggal 15 dan 16 Oktober 2015 di Banyualit Spa ‘n Resort. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 30 orang peserta yang berasal  dari berbagai unsur terkait seperti dinas kesehatan, puskesmas, TNI/POLRI, swasta, dan dinas terkait lain yang berada di wilayah Pemerintah Kabupaten Buleleng.

Hasil akhir dari pertemuan tersebut berupa draft dokumen rencana kontijensi KKMMD untuk penyakit H1N1 (flu babi) strain baru. Draft dokumen ini akan disempurnakan terlebih dahulu dan selanjutnya akan disahkan oleh Bupati Buleleng selaku pimpinan tertinggi di Pemerintah Kabupaten Buleleng.

Selanjutnya dokumen ini akan menjadi acuan bagi semua pihak, jika suatu saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) H1N1 di Kabupaten Buleleng. Dokumen ini juga mendeskripsikan peran dari setiap sektor maupun jalur koordinasi yang harus diikuti, sehingga semua pihak memahami peran masing-masing  saat KLB terjadi yang tentu saja disesuaikan dengan kapasitas dan kewenangan yang dimiliki.