Dinas Kesehatan (Dinkes)
Kabupaten Buleleng bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan
Cabang Singaraja terus berupaya mengoptimalkan Program Rujuk Balik (PRB) untuk
pasien dengan penyakit kronis. Program ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat
dalam mendapatkan obat, serta menghemat waktu, biaya, dan tenaga. Pertemuan
kerja sama layanan obat PRB ini digelar di Kantor BPJS Kesehatan Cabang
Singaraja, Jumat (1/8).
Pertemuan ini dihadiri
langsung oleh Plt. Kepala Dinkes Buleleng, dr. Gede Nyomana Sebawa, yang juga
menjabat sebagai Kepala Puskesmas Banjar 2. Sejumlah perwakilan dari 10
puskesmas di Buleleng turut hadir, termasuk Puskesmas Buleleng III, Puskesmas
Sukasada II, Puskesmas Kubutambahan II, Puskesmas Tejakula II, Puskesmas
Seririt II, Puskesmas Banjar II, Puskesmas Gerokgak I, Puskesmas Gerokgak II,
Puskesmas Sawan II, dan Puskesmas Busungbiu II.
Dalam sambutannya, dr. Gede
Nyomana Sebawa menyampaikan pentingnya program ini untuk mempermudah akses
masyarakat. "Kami berharap dengan adanya program ini, masyarakat bisa
lebih mudah mengklaim obat di puskesmas, sehingga tidak perlu lagi mengambil
obat di apotek yang jauh," ujarnya.
Narasumber dalam pertemuan
ini, dr. Ni Wayan Widi Asih dari Puskesmas II Mendoyo, menjelaskan dasar hukum
dan manfaat dari PRB. Menurut Peraturan Direksi BPJS Kesehatan nomor 15 tahun
2019, pasien PRB harus memenuhi beberapa prinsip, di antaranya menderita
penyakit kronis, dinyatakan stabil oleh dokter spesialis dengan adanya surat
rujuk balik, dan mendapatkan obat PRB yang sesuai dengan ketentuan Formularium
Nasional (Fornas).
Selain itu, Permenkes nomor
52 tahun 2016 menyebutkan bahwa layanan PRB dapat diberikan oleh ruang farmasi
puskesmas, apotek, atau klinik pratama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.
"Tujuan utama PRB
adalah meningkatkan efektivitas layanan kesehatan bagi pasien kronis,"
kata dr. Widi. "Ini memberikan manfaat besar bagi peserta, seperti
kemudahan akses layanan, terpenuhinya kebutuhan obat secara lengkap, serta
efisiensi waktu, biaya, dan tenaga."
Bagi puskesmas,
implementasi PRB juga memberikan banyak keuntungan, seperti menekan angka
rujukan ke rumah sakit, meningkatkan capaian angka kontak, dan meningkatkan
potensi pendapatan.
Meskipun memiliki banyak
manfaat, dr. Widi juga memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi puskesmas
setelah menjadi apotek PRB. Beberapa tantangan tersebut adalah proses pengadaan
obat melalui e-katalog yang memakan waktu lama, harga obat di e-katalog yang
lebih tinggi, dan ketersediaan obat yang terkadang kosong.
Untuk mengatasi kendala tersebut, dr. Widi menawarkan beberapa solusi, di antaranya adalah puskesmas harus memperhatikan buffer stock atau stok pengaman agar obat PRB tidak sampai habis. Jika terjadi kekosongan, obat dapat ditutupi dengan obat lain, meminjam dari Dinkes, atau pasien dirujuk ke apotek BPJS hingga puskesmas dapat kembali menyediakan obat.
Dengan adanya pertemuan
ini, diharapkan koordinasi antara Dinkes, BPJS Kesehatan, dan puskesmas di
Buleleng semakin solid dalam mengoptimalkan layanan PRB demi kesehatan
masyarakat.