Memantau status gizi penduduk secara rutin merupakan bentuk komitmen untuk menjaga akuntabilitas pelaksanaan program melalui penyediaan data dan informasi berbasis bukti dan spesifik wilayah untuk daerah dan pusat. Untuk itu, sejak tahun 2014 telah dilaksanakan Pemantauan Status Gizi (PSG) yang bermanfaat sebagai sumber informasi yang cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan yang dapat digunakan untuk perencanaan, penentuan kebijakan dan monitoring serta pengambilan tindakan intervensi.
Demikian pernyataan Menteri Kesehatan RI, Prof. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M(K), pada pembukaan Puncak Peringatan Hari Gizi Nasional ke-56 tahun 2016 di salah satu gedung pertemuan di kawasan Jakarta Selatan, Selasa pagi (21/3).
Berkaitan dengan hal tersebut, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan, Ir. Doddy Izwardi, MA, menjelaskan bahwa tahun 2014, pemantauan status gizi (PSG) masih terbatas di 150 Kabupaten dan Kota di Indonesia dengan jumlah sampel 13.168 balita.. Pada tahun 2015 PSG telah berhasil dilakukan di seluruh Kabupaten dan kota di Indonesia, yakni 496 Kabupaten/Kotamadya dengan melibatkan lebih kurang 165.000 Balita sebagai sampelnya.
PSG 2015 menunjukkan hasil yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Persentase balita dengan gizi buruk dan sangat pendek mengalami penurunan. PSG 2015 menyebut 3,8% Balita mengalami gizi buruk. Angka ini turun dari tahun sebelumnya yakni 4,7%, ujar Ir. Doddy.
Berikut adalah Hasil PSG 2015, antara lain:
Dari 496 Kab/kota yang dianalisis, sebanyak 404 Kab/Kota mempunyai permasalahan gizi yang bersifat Akut-Kronis; 20 Kab/Kota mempunyai permasalahan gizi yang bersifat Kronis; 63 Kab/Kota mempunyai permasalahan gizi yang bersifat Akut; dan 9 Kab/Kota yang tidak ditemukan masalah gizi. Kesembilan Kab/Kota tersebut, antara lain: 1) Kab. Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan; 2) Kota Pagar Alam, Sumatera Selatan; 3) Kab. Mukomuko, Bengkulu; 4) Kota Bengkulu, Bengkulu; 5) Kab. Belitung Timur, Bangka Belitung; 6) Kota Semarang, Jawa Tengah; 7) Kota Tabanan, Bali; 8) Kota Tomohon, Sulawesi Utara; dan 9) Kota Depok, Jawa Barat.
Untuk itu, upaya perbaikan gizi bukan hanya yang bersifat intervensi Spesifik (kesehatan)namun juga diperlukan intervensi Sensitif (non kesehatan), ujar Ir. Doddy.
Intervensi spesifik atau intervensi sektor kesehatan, dengan sasaran khusus kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan, yaitu Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan anak 0-23 Bulan. Kegiatannya antara lain berupa imunisasi, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil (PMT Bumil), PMT Balita, dan monitoring pertumbuhan Balita di Posyandu.
Sementara intervensi Sensitif atau Non Kesehatan memiliki sasaran masyarakat umu. Biasanya berupa kegiatan pembangunan pada umumnya non-kesehatan. Kegiatannya antara lain penyediaan air bersih, kegiatan penanggulangan kemiskinan dan kesetaraan gender.
Sumber : Kemenkes