sumberPembangunan kesehatan harus dilakukan dengan pendekatan komprehensif, dengan mengacu pada visi misi Presiden.
Visi Presiden adalah Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong.
Upaya untuk mewujudkan visi ini dilakukan melalui 7 misi pembangunan, dimana pada misi ke-4 adalah mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.
Dalam pembangunan nasional 2015-2019 juga dibangun kemandirian di bidang ekonomi, berdaulat di bidang politik dan berkepribadian dalam budaya yang dikenal dengan Trisakti. Untuk mewujudkannya, ditetapkan 9 agenda prioritas (Nawacita), dimana pada agenda ke-5 dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang akan dicapai melalui Program Indonesia Pintar, Program Indonesia Sehat dan Program Indonesia Kerja Indonesia sejahtera.
Program Indonesia sehat memiliki 3 komponen yaitu:
1) Revolusi mental masyarakat agar memiliki paradigma sehat;
2) Penguatan Pelayanan Kesehatan; dan
3) Mewujudkan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Semangat membangun dari pinggiran tercermin dalam upaya penguatan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan (DTPK), Kemenkes memiliki terobosan untuk menempatkan tenaga kesehatan secara tim yang dinamakan program Nusantara Sehat (NS).
Sedangkan penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat melalui pendekatan keluarga juga terus diupayakan, ini yang disebut program Keluarga Sehat.
Pilar Pertama: Paradigma Sehat
Kenaikan penduduk menjadi tantangan bukan hanya untuk Indonesia tapi juga untuk seluruh negara di dunia. Indonesia harus memanfaatkan Bonus Demografi yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2035 mendatang. Populasi usia produktif pada tahun tersebut tidak lain adalah anak-anak saat ini yang harus dipelihara kesehatannya.
Bonus demografi perlu dipersiapkan sejak awal dengan menanamkan paradigma sehat dalam diri sejak dini, diharapkan pada saat puncak bonus demografi, Indonesia dapat melaju kencang menuju kemakmuran bangsa. Sehingga Indonesia tidak menjadi negara yang tingkat dependensi tinggi karena penyakit kronis yang menimpa sebagian besar penduduk yang seharusnya produktif, sehingga menurunkan daya saing kita di MEA dan global.
Dalam dua tahun kerja nyata untuk mewujudkan Indonesia Sehat pada pilar pertama, terdapat beberapa capaian yang telah dicapai, antara lain:
-Angka Kematian Ibu turun dari 5.019 Orang pada tahun 2013 menjadi 4.809 Orang pada tahun 2015
-Angka Kematian Bayi turun dari 23.703 anak pada tahun 2013 menjadi 22.267 anak pada tahun 2015
-Angka Balita yang mengalami Stunting turun dari 37,2% pada tahun 2013 menjadi 29,6% pada tahun 2015.
-Sampai dengan akhir tahun 2016, program pemberian makanan tambahan (PMT) akan membagikan: 6.122 ton PMT bagi 696.715
-Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK); 7.376 ton PMT bagi 738.883 Balita; dan 856,2 ton PMT bagi 158.550 anak sekolah.
Pilar Kedua: Penguatan Layanan Kesehatan
Fasilitas kesehatan primer menjadi soko guru dari pelayanan kesehatan, bukan saja menjadi gate keeper untuk rujukan tetapi juga membina masyarakat umum untuk mempunyai kemampuan untuk hidup sehat.
Penguatan layanan kesehatan dengan semangat membangun dari pinggiran, menjadikan sebuah terobosan untuk pemerataan tenaga kesehatan (Nakes) di Daerah Tertinggal, Perbatasan, dan Kepulauan (DTPK). Sejak mulai diberangkatkan pada April 2015, telah ditempatkan sebanyak 838 orang dalam Tim Nusantara Sehat di 158 Puskesmas di DTPK.
Pengembangan RS rujukan juga menjadi bagian dari penguatan layanan kesehatan. Tujuannya adalah agar terjadi pemerataan fasilitas pelayanan kesehatan rujukan menurut kompetensi Faskes tersebut. Target sasaran s/d 2019 adalah 14 RS rujukan nasional, 20 RS rujukan Propinsi dan 110 RS rujukan regional.
Pilar Ketiga : Jaminan Kesehatan Nasional
Pelaksanaan JKN cukup menggembirakan. Berdasarkan data dari BPJS Kesehatan, sampai dengan bulan Oktober 2016 tercatat jumlah peserta JKN sebesar 169,574.010 juta jiwa atau kurang lebih 66,11% dari total penduduk tahun 2016 sebesar 256.511.495 jiwa. Tentunya penambahan cakupan kepesertaan ini harus diikuti dengan pemenuhan supply side baik sarana prasarana maupun SDM kesehatan.
Perkembangan lain yang cukup menggembirakan semakin banyak fasilitas kesehatan yang ikut dalam program JKN. Data dari BPJS Kesehatan sampai dengan Oktober 2016, jumlah fasilitas kesehatan yang telah bekersama dengan BPJS kesehatan untuk melayanani peserta JKN berjumlah 25.828 fasilitas kesehatan, yang terdiri dari 20.531 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), 2.001 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), 2.047 Apotik, 956 Optika dan 256 Laboratorium
Sampai dengan bulan Januari 2016, pelayanan Penyakit katastrofik di era JKN menghabiskan biaya klaim sebesar Rp 74,3 Milyar dengan pemanfaatan tertinggi pada penderita penyakit Jantung yaitu 905.223 penderita dan biaya klaim sebesar 6,9 T. Berikutnya diikuti oleh kasus kanker sebesar 1,8 T dan kasus stroke sebesar 1,548 T.(Rokom 2016).
Sumber: p2ptm.kemkes.go.id