Faringitis
merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus (40-60%),
bakteri (5-40%), alergi, taruma, dan toksin, dan lain-lain. Jika dilihat dari
struktur faring yang terletak berdekatan
dengan tonsil, maka
faringitis dan tonsilitis
sering ditemukan bersamaan. Oleh
karena itu pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitis,
nasofaringitis,dan tonsilofaringitis, dimana infeksi pada daerah faring dan
sekitarnya ditandai dengan keluhan nyeri tenggorokan.
Menurut World Health Organization (WHO), pola penyakit THT berbeda di berbagai negara. Faktor lingkungan dan sosial berhubungan terhadap etiologi infeksi penyakit. Didapatkan data bahwa 3 sebagian besar anak mengalami tonsilitis kronis karena perilaku pola makan mengkonsumsi makanan seperti gorengan dan minuman dingin seperti es, kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang dijual dimana kebersihannya kurang terjamin, dan kurangnya pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut.
Jumlah penderita tonsilitis kronis di Indonesia terus meningkat, berdasarkan data epidemiologi penyakit THT pada tujuh provinsi di Indonesia pada tahun 2012, prevalensi tonsilitis kronis tertinggi setelah nasofaringitis akut yaitu sebesar 3,8%. Insiden tonsilitis kronis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr. Kariadi Semarang 23,36% dan 47% diantaranya pada usia 6-15 tahun. Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Buleleng Tahun 2014, 10 ( sepuluh ) Besar Penyakit Pharingitis berjumlah 11.010 kasus, menempati urutan ke empat. Di Puskesmas Sawan 1 dimana kunjungan pasien 90 – 100/ hari, Tonsilitis Kronis merupaka termasuk 10 besar penyakit.
Pada umumnya penderita sering mengeluh oleh karena serangan tonsilitis akut yang berulang-ulang, adanya rasa sakit (nyeri) yang terus-menerus pada tenggorokan (odinofagi), nyeri waktu menelan atau ada sesuatu yang mengganjal di kerongkongan bila menelan, terasa kering dan pernafasan berbau.Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis Kronik yang mungkin tampak, yakni :Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang purulen atau seperti keju. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.
Hasil praktek Interprofesional Collaboration bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan semua komponen tenaga kesehatan dan profesi yang terkait dalam melaksanakan tatalaksana komprehensif terhadap pasien dalam memberikan kualitas pelayanan terbaik serta dukungan dari keluarga dan lintas sektor terkait dalam hal ini sekolah dalam pembinaan kantin sekolah. WHO (2010) menyebutkan kolaborasi antar tenaga kesehatan sebagai Interprofesional Collaborative Practise diartikan sebagai berikut : sebuah kondisi saat tenaga kesehatan yang majemuk berasal dari latar belakang berbeda bekerjasama pasien dan keluarga, pendamping dan komunitas untuk menghasilkan pelayanan yang berkualitas tinggi.
Pasien, keluarga dan masyarakat merupakan penerima pelayanan kesehatan dari berbagai profesi kesehatan seperti dokter, perawat, ahli farmasi, ahli gizi, tenaga teknis medis, tenaga kesehatan masyarakat dan sebagainya. Kerjasama yang baik dan pemahaman peran masing – masing profesi sangat diperlukan dalam meberikan pelayanan kepada masyarakat. Pendekatan patient and family centered membutuhkan pedekatan interkolaboratif yang lebih baik. Ketika terjadi kesalahpahaman diantara berbagai profesi ini, terutama dalam komunikasi, keselatamatan pasien terancam. Maka dari itu akan lebih baik jika profesi yang saling berkaitan ini dapat menjalin kerjasama dengan baik.
Pada saat melakukan penanganan pasien dalam kasus yang penulis angkat ini, penulis mencoba menggambarkan bentuk kerjasama interprofesional collaboration yang sudah berjalan di Puskesmas Sawan 1. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang sudah dilakukan penulis mendiskusikan aspek – aspek yang termasuk dalam diagnosis holistik pasien yaitu : pasien aspek personal, aspek klinis, aspek internal, aspek eksternal dan aspek fungsional bersama tim tenaga kesehatan yang terkait di Puskesmas Sawan 1. Adapun tim yang terlibat dalam kasus ini adalah dokter, perawat, pemegang program THT, petugas gizi, petugas apotik/farmasi, petugas promkes, mebagi dan mendelegasikan tugas dan fungsi masing-masing komponen profesi ini agar bisa bekerjasama.
Beberapa bahasan dalam IPC, yang terlibat:
Tenaga Medi/Dokter
Reward Power : dokter memberikan kepuasan kepada pasien melalui hal yang riil.
Coervice power : memberikan masukan kepada pasien
Expert power : memebrikan informasi tentang penyakit kepada pasien
Reterent power: memberikan informasi tentang penyakit kepada pasien
Legitimate power : memberi keputusan penatalaksanaan komprehensif sehingga bisa mendapatkan kualitas pelayanan terbaik kepada pasien
Tenaga perawat
Care provider: menyelesaikan masalah dan membuat keputusan keperawatan yang komprehensif
Community leader : menjalankan kepemimpinan komunitas profesi dan sosial
Educator : mendidik pasien dan keluarga
Manager : melaksanakan manajemen asuhan keperawatan
Tenaga Farmasi/Apotik
Memberikan monitoring dan evaluasi terhadap pemberian obat-obatan (terapi farmakologis) serta berkomunikasi kepada dokter untuk dapat meberikan terapi yang adekua, rasional dan aman untuk pasien
Tenaga Promkes
Melaksanakan pelayanan KIE secara umum terkait PHBS baik individu, family maupun masyarakat
Menjelaskan kepada keluarga pasien mengenai terjadinya penyakit, dengan adanya pemahaman terhadap penyakit diharapkan keluarga lebih mudah mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan sebelumnya.
Penulis : dr. Putu Karnasih ( Kepala Puskesmas Sawan I)