Kesehatan membutuhkan dukungan sektor lain, tidak dapat berdiri sendiri. Listrik dan alat transportasi, menjadi salah satunya. Kebutuhan akan aspek ini akan sangat terasa di wilayah terpencil dan kepulauan, terutama saat ditemukan kasus yang membutuhkan tindakan rujukan segera.
“Tahun ini, kami mendapatkan kasus asfiksia berat pada bayi yang harus dirujuk ke Bengkulu karena fasilitas di Enggano kurang memadai. Pada kasus rujukan seperti ini, akses transpotasi menjadi tantangan besar bagi kami”, tutur Wahyu Manggala Putra (L, 24 tahun), tenaga kesehatan masyarakat, salah satu anggota Tim Nusantara Sehat yang ditempatkan di Pulau Enggano, Bengkulu, saat dihubungi Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI, Selasa (16/8/2016).
Sebagai informasi, asfiksia adalah kegagalan bayi baru lahir untuk bernapas secara spontan dan teratur sehingga menimbulkan gangguan metabolisme pada tubuh bayi, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Selain itu, keterbatasan listrik di wilayah Enggano juga menjadikan alat inkubator yang ada di Puskesmas nyaris tidak bisa digunakan. Selain itu, layanan USG untuk ibu hamil saat tiba Tim RS Bergerak juga terkendala oleh hal yang sama.
Puskesmas Enggano menjadi satu-satunya Puskesmas kepulauan di Kabupaten Bengkulu Utara dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Terltak di Kecamatan enggani, lebih kurang 250 KM dari ibukota Kabupaten Bengkulu Utara, atau sekitar 16 KM dari Ibu kota Provinsi Bengkulu. Hal inilah yang menjadikan Pulau Enggano masuk ke dalam kategori daerah kepulauan dan sangat terpencil. Pulau ini dapat dicapai menggunakan alat transportasi kapal feri dan kapal perintis dengan rute Kota Bengkulu- Pulau Enggano dengan waktu tempuh lebih kurang 12 jam. Alternatif lainnya adalah pesawat terbang perintis dengan kapasitas 12 orang terbang dua kali setiap minggu dengan waktu tempuh sekira 45 menit.
Berita ini disiarkan oleh Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.
Download disini